Jumat, 04 Mei 2012

MAKALAH OPERANT CONDITIONING


KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja – puji syukur kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun makalah ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Ibu Rischa Pramudia Trisnani S.Pd, selaku dosen kami yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
2.      Rekan anggota kelompok 5 dan teman – teman kelas 4G
Akhrinya kami berharap agar makalah kami yang berjudul “Operant Conditioning “ dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari kemungkinan masih ada kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.



 Madiun, April 2011

  Penyusun  (Kelompok 5)






DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB 1 Pendahuluan................................................................................................ 1
A.Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.Tujuan...................................................................................................... 1
D.Manfaat.................................................................................................... 2
BAB 2 Pembahasan................................................................................................. 3
A.Pengertian Operant Conditioning............................................................ 3
B.Konsep Teori Operant Conditioning........................................................ 4
C.Kelemahan dan Kelebihan Teori Operant Conditioning.......................... 5
D.Penerapan Teori Operant Conditioning Dalam Pendidikan.................... 6
BAB 3 Penutup....................................................................................................... 9
A.Kesimpulan ............................................................................................. 9
B.Saran........................................................................................................ 9
Daftar Pustaka......................................................................................................... 10








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Di dalam menerapkan metode yang baik untuk suatu proses pembelajaran, maka harus diperlukan teoriyang cocok untuk sebuah model pembelajaran yang mampu diserap dan diterapkan dalam proses pengajaran disekolah, akan tetapi kita harus melihat metode mana yang lebih cocok diterapkan di dalam kelas, karena tidak semua teori pembelajaran cocok untuk diterapkan. Sebelum kita mengunakan suatu metode pembelajaran kita harus melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitar dan meneliti teori apa yang harus digunakan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan pengertian Operant Conditioning?
2.      Jelaskan konsep teori Operant Conditioning?
3.      Jelaskan kelebihan dan kelemahan teori Operant Conditioning?
4.      Jelaskan penerapan teori Operant Conditioning dalam dunia pendidikan?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian Operant Conditioning
2.      Mengetahui konsep teori Operant Conditioning
3.      Mengetahui kelemahan dan kelebihan teori Operant Conditioning
4.      Mengetahui penerapan teori Operant Conditioning  dalam dunia pendidikan
D.    Manfaat
1.      Bagi Konselor
Dapat memberikan informasi tentang teori Operant Conditioning sehingga dapat digunakan dalam proses konseling.
2.      Bagi peserta didik
Dapat memberikan informasi tentang teori Operant Conditioning.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
Dalam kamus psikologi disebut bahwa Operant ialah setiap respon yang bersifat instrumental dalam menimbulkan akibat-akibat tertentu, seperti hadiah makanan atau satu kejutan listrik. Respon tersebut beroperasi ke dalam lingkungan, sementara Conditioning menpunyai arti mempelajari respon tertentu ( Kartini Kartono dan dali Gulo, 1987:84 dalam Riyanto 2005:24). Di bawah ini merupakan beberapa definisi dari Operant Conditioning:
1.      Suatu tipe (instrumental) conditioning yang melibatkan modifikasi operant respon melalui pemberian hadiah. Dengan cara tertentu, suatu respon yang dipancarkan oleh organisme terjadi diperkuat sesuai dengan urutan waktunya, dan perubahan – perubahan yang ditimbulkannya dipelajari sebagai alat penguat respon yang biasa digunakan.
2.      Suatu tipe belajar dengan mempelajari konsekuensi atau akibat dari tingkah laku kita di dalam lingkungan, perilaku-perilaku mana saja yang mendorong kita untuk menghindari akibat-akibat penguatan negatif “tidak menyenangkan”.
3.      Suatu tipe pengkondisian instrumental yang mencakup memodifikasi / perubahan dari suatu operant, suatu operant yang dipancarkan oleh suatu organisme kemudian diperkuat dengan cara-cara tertentu sesuai jadwal tertantu dengan menghasilkan perubahan dalam kecepatan kejadianya. (Kartini Kartono dan Dali  Gulo,1987:320 dalam Riyanto, 2005:25)
Operant conditioning merupakan pembelajaran dimana konsekuensi perilaku mengarah perubahan dalam probabilitas terjadinya perilaku.

B.    KONSEP TEORI OPERANT CONDITIONING
Manusia pertama kali dalam keadaan pasif, seperi halnya kertas kosong, manusia dilahirkan dalam keadaan suci belum mengerti apa-apa. Manusia baru mengenal suatu pengetahuan apabila ia sudah mampu menggunakan akalnya dengan maksimal. Suatu  perubahan perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh faktor pengalaman hidupnya, menurut aliran teori empiristik yang tokohnya bernama Jhon Locke. Jadi manusia dalam merubah perilakunyabanyak dipengaruhioleh faktor pengalaman. Teori ini berkembang menjadi teori Behavioristik yang mana perilaku manusia dapat berkembang ada stimulus atau respon. Menurut teori ini belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Beberapa ilmuan yang termasuk pendiri sekaligus penganut behavioristik antara lain Thorndike, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner .
Operant Conditioning merupakan teori yang dikembangkan oleh Skinner. Skinner mengembangkan teori conditioning dengan mengunakan tikus sebagai percobaan. Menurutnya,suatu respon sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas menurut Skinner perlu memahami hubungan antara stimulus dengan stimulus yang lainnya, memahami respon itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa mengunakan perubahan – perubahan mental sabagai alat untuk menjelaskan segala sesuatunya menjadi lebih rumit, sebab alat itu akhirnya juga dijelaskan lagi. Ini nantinya akan lebih jelas apabila akan mempelajari teori kog nitivisme. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua yaitu: (1) respon yang timbul dari stimulus tertentu, (2) “operant (intrumental) respon”, yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang tertentu.
Teori Skinner dikenal dengan “Operant Conditioning” dengan empat konsepnya antara lain:
Ø  Shapping yaitu proses pembentukan perilaku yang makin mendekati perilaku yang diharapkan.
Ø  Pendekatan suksesif yaitu proses pembentukan perilaku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat,hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
Ø  Exitinction yaitu proses penghentian kegiatan sebagai akibat dariditiadakanya penguatan.
Ø  Chaining of response yaitu respon dan stimulus yang bekaitan satu sama lain.
Skinner lebih percaya pada “penguatan negatif” (negatif reinforcement), yang tidak sama dengan hukuman. Bedanya dengan hukuman adalah, bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respons yang timbul berbeda dengan yang diberikan sebelumnya, sedangkan penguatan negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respons yang sam menjadi kuat. Misalnya seorang siswa perlu dihukum untuk suatu kesalahan dan dilakukan pengurangan terhadap suatu yang mengenakkan baginya (bukan malah ditambah), maka pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya. Inilah yang disebut dengan “Penguatan Negatif”.

C.    KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI OPERANT CONDITIONING
1.      Kelebihan
a.       Dengan diterapkannya dalam pendidikan akan memberikan semangat tersendiri bagi siswa karena adanya pemberian hadiah, sehingga mamacu semangat untuk belajar.
b.      Siswa lebih aktif dan semangat dalam menjawab pertanyaan dari guru dengan harapan akan mendapat reward.
c.       Memacu siswa untuk terus berprestasi didalam kelas.
2.      Kelemahan
a.       Adanya pelaksanaan Mastery Learning, yaitu siswa mempelajari materi secara tuntas menurut waktunya masing-masing, karena setiap siswa berbeda-beda iramanya. Akibatnya siswa naik atau lulus sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
b.      Adanya kecemburuan kelas
c.       Bagi anak yang dapat menjawab pertanyaan guru, ia akan mendominasi, sedangkan yang tidak bisa  ia akan diam.

D.    PENERAPAN TEORI OPERANT CODITIONING DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Adapun contoh penerapan teori Operant Conditioning dalam dunia pendidikan, yaitu :
Guru menyampaikan stimulus yang mendahuluinya, respon siswa guru manyampaikan konsekuensi stimulus. Siapa pencipta lagu “Indonesia Raya”? “W.R Supratman”....... “bagus”. Sebutkan salah satu bentuk peninggalan dari kebudayaan Dong Son? “ Logam” ya, betul sekali....!!! Dimanakah letak candi borobudur? “di yogyakata”  bukan itu salah.
Apabila siswa menjawab dengan benar maka diberikan reward (pujian), sedangkan bila siswa menjawab salah maka tidak seharusnya mendapatkan hukuman, karena itu akan membuat siswa takut untuk merespons pertanyaan guru di waktu yang lain. Akan tetapi, apabila reward terus diberikan, maka akan mencapai tujuan yang diinginkan.
Yang baik dalam pendidikan adalah variabel ratio yaitu hadiah diberikan kadang – kadang jika itu dipandang perlu. Pada mulanya pemberian hadiah atau hukuman, dalam jangka pendek akan mempunyai efek mengubah kenaikan tingkah laku yang diinginkan. Tetapi, dalam jangka panjang hadiah tetap berefek menaikkan, sedangkan hukuman justru tidak berfungsi lagi.
Menurut Skinner hukuman justru menimbulkan efek yang tidak baik, yaitu:
1.      Berefek negatif pada segi emosi, misalnya rasa dendam.
2.      Kadang juga menimbulkan sakit jasmani.
3.      Menumbuhkan agresifitas, ini memungkinkan berbuat yang jauh lebih jelek.
4.      Bila sesuatu aktifitas diberikan hukuman, maka tingkah laku tersebut diberi hukuman, agar tetap konsekwen.
       Menurut Skinner tingkah laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant, operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Jadi operant conditioning atau operant learning, itu melibatkan pengendalian konsekuensi. Tingkah laku yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah laku ini terletak diantara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal ini dapat dilukiskan sebagai berikut : dengan demikian tingkah laku itu dapat dirubah dengan cara mengubah antecedent, konsekuensi, atau keduanya.
       Menurut skinner konsekuensi itu sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku yang sama pada waktu lain atau dimasa yang akan datang. Mengendalikan konsekuensi yang timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan ataupun tidak menyenangkan bagi yang bersangkutan. Bermacam – macam penjatahan waktu bagi konsekuensi dapat juga berpengaruh juga peda yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
       Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori Operant Conditionin suatu teori yang mengunakan konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku. Yang mana dalam pelaksanaannya ada pemberian reward (hadiah) dan tidak adanya hukuman. Yang baik dalam pendidikan adalah variabel ratio, yaitu hadiah diberikan kadang – kadang, jika dipandang perlu. Teori ini juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
       Alangkah baiknya jika penerapan teori ini tidak diterapkan sepenuhnya, tetapi juga digabung dengan teori yang lainnya sehingga akan tercipta suatu tujuan pendidikan yang diinginkan.

B.     SARAN
       Memberikan hukuman kepada siswa dapat berefek negatif pada segi emosi, misalnya rasa dendam, terkadang juga menimbulkan sakit jasmani, menumbuhkan agresifitas. Ini memungkinkan berbuat yang jauh lebih jelek lagi. Bila sesuatu aktifitas diberikan hukuman maka tingkah laku tersebut akan selalu diberi hukuman, agar tetap konsekuen.








                                                                    

Sabtu, 01 Oktober 2011

Undang-undang Kepremukaan RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  12  TAHUN  2010
TENTANG 
GERAKAN PRAMUKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :   a.  bahwa  pembangunan  kepribadian  ditujukan  untuk 
mengembangkan  potensi  diri  serta  memiliki  akhlak
mulia,  pengendalian  diri,  dan  kecakapan  hidup  bagi
setiap  warga  negara  demi  tercapainya  kesejahteraan
masyarakat;
 b.   bahwa  pengembangan  potensi  diri  sebagai  hak  asasi
manusia  harus  diwujudkan  dalam  berbagai  upaya
penyelenggaraan  pendidikan,  antara  lain  melalui
gerakan pramuka;
c.  bahwa  gerakan  pramuka  selaku  penyelenggara
pendidikan  kepramukaan  mempunyai  peran  besar
dalam  pembentukan  kepribadian  generasi  muda
sehingga  memiliki  pengendalian  diri  dan  kecakapan
hidup  untuk  menghadapi  tantangan  sesuai  dengan
tuntutan  perubahan  kehidupan  lokal,  nasional,  dan
global;
d.  bahwa  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku
saat  ini belum secara komprehensif mengatur gerakan
pramuka;
e.  bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Gerakan
Pramuka;
Mengingat . . . 









- 2 -



Mengingat :  Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C,
dan  Pasal  31  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik
Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :   UNDANG-UNDANG TENTANG GERAKAN PRAMUKA.  

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal  1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Gerakan  Pramuka  adalah  organisasi  yang  dibentuk 
oleh  pramuka  untuk  menyelenggarakan  pendidikan
kepramukaan.
2.    Pramuka  adalah  warga  negara  Indonesia  yang  aktif
dalam  pendidikan  kepramukaan  serta  mengamalkan
Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
3.    Kepramukaan  adalah  segala  aspek  yang  berkaitan
dengan pramuka.
4.    Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan
kepribadian,  kecakapan  hidup,    dan  akhlak  mulia
pramuka melalui  penghayatan  dan  pengamalan nilai-
nilai kepramukaan. 
5.    Gugus  Depan  adalah  satuan  pendidikan  dan  satuan
organisasi  terdepan  penyelenggara  pendidikan
kepramukaan.
6. Pusat . . . 









- 3 -



6.    Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepramukaan adalah
satuan  pendidikan  untuk  mendidik,  melatih,  dan
memberikan  sertifikasi  kompetensi  bagi  tenaga
pendidik kepramukaan. 
7.    Satuan Komunitas Pramuka adalah satuan organisasi
penyelenggara  pendidikan  kepramukaan  yang
berbasis, antara lain profesi, aspirasi, dan agama.
8.    Satuan  Karya  Pramuka  adalah  satuan  organisasi
penyelenggara  pendidikan  kepramukaan  bagi  peserta
didik  sebagai  anggota  muda  untuk  meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan di bidang
tertentu.
9.    Gugus Darma Pramuka adalah satuan organisasi bagi
anggota  pramuka  dewasa  untuk memajukan  gerakan
pramuka.
10. Kwartir  adalah  satuan  organisasi  pengelola  gerakan
pramuka  yang  dipimpin  secara  kolektif  pada  setiap
tingkatan wilayah.
11. Majelis  Pembimbing  adalah  dewan  yang  memberikan
bimbingan  kepada  satuan  organisasi  gerakan
pramuka.
12. Pemerintah  Pusat,  selanjutnya  disebut  Pemerintah,
adalah  Presiden  Republik  Indonesia  yang  memegang
kekuasaan  pemerintahan  negara  Republik  Indonesia
sebagaimana  dimaksud  dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
13. Pemerintah  Daerah  adalah  gubernur,  bupati  atau
walikota,  dan  perangkat  daerah  sebagai  unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
14. Menteri  adalah  menteri  yang  membidangi  urusan
pemuda.


Bab II . . . 









- 4 -



BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
  Gerakan pramuka berasaskan Pancasila.
Pasal 3
Gerakan  pramuka  berfungsi  sebagai  wadah  untuk
mencapai tujuan pramuka melalui:
a.   pendidikan dan pelatihan pramuka;
b.   pengembangan pramuka;
c.   pengabdian masyarakat dan orang tua; dan
d.   permainan yang berorientasi pada pendidikan.

Pasal 4
Gerakan  pramuka  bertujuan  untuk  membentuk  setiap
pramuka  agar  memiliki  kepribadian  yang  beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum,
disiplin,  menjunjung  tinggi  nilai-nilai  luhur  bangsa,  dan
memiliki  kecakapan  hidup  sebagai  kader  bangsa  dalam
menjaga  dan  membangun  Negara  Kesatuan  Republik
Indonesia,  mengamalkan  Pancasila,  serta  melestarikan
lingkungan hidup.

BAB III
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN
Bagian Kesatu
Dasar, Kode Kehormatan, Kegiatan, 
Nilai-Nilai, dan Sistem Among




Pasal 5 . . . 









- 5 -



Pasal 5
Pendidikan kepramukaan dilaksanakan berdasarkan pada
nilai dan kecakapan dalam upaya membentuk kepribadian
dan kecakapan hidup pramuka.
Pasal 6
(1)  Kode  kehormatan  pramuka  merupakan  janji  dan
komitmen diri serta ketentuan moral pramuka dalam
pendidikan kepramukaan.
(2)  Kode  kehormatan  pramuka  terdiri  atas  Satya
Pramuka dan Darma Pramuka.
(3)  Kode  kehormatan  pramuka  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2)  dilaksanakan,  baik  dalam  kehidupan
pribadi maupun  bermasyarakat  secara  sukarela  dan
ditaati demi kehormatan diri.
(4)  Satya Pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat  (2)
berbunyi:
“Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguh-
sungguh  menjalankan  kewajibanku  terhadap  Tuhan
Yang  Maha  Esa  dan  Negara  Kesatuan  Republik
Indonesia, mengamalkan Pancasila, menolong sesama
hidup,  ikut  serta  membangun  masyarakat,  serta
menepati Darma Pramuka.”
(5)  Darma Pramuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berbunyi:
Pramuka itu:
a.  takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.  cinta alam dan kasih sayang sesama manusia;
c.  patriot yang sopan dan kesatria;
d.  patuh dan suka bermusyawarah;
e.  rela menolong dan tabah;
f.  rajin, terampil, dan gembira;
g. hemat . . . 









- 6 -




g.  hemat, cermat, dan bersahaja;
h.  disiplin, berani, dan setia;
i.  bertanggung jawab dan dapat dipercaya; dan
j.  suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Pasal 7
(1)  Kegiatan  pendidikan  kepramukaan  dilaksanakan
dengan  berlandaskan  pada  kode  kehormatan
pramuka  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2).
(2)  Kegiatan  pendidikan  kepramukaan  dimaksudkan
untuk  meningkatkan  kemampuan  spiritual  dan
intelektual,  keterampilan,  dan  ketahanan  diri  yang
dilaksanakan  melalui  metode  belajar  interaktif  dan
progresif.
(3)  Metode  belajar  interaktif  dan  progresif  sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui interaksi: 
a.  pengamalan kode kehormatan pramuka;
b.  kegiatan belajar sambil melakukan;
c.  kegiatan  yang  berkelompok,  bekerja  sama,  dan     
berkompetisi;
d.  kegiatan yang menantang;
e.  kegiatan di alam terbuka;
f.  kehadiran  orang  dewasa  yang  memberikan
dorongan dan dukungan;
g.  penghargaan berupa tanda kecakapan; dan 
h.  satuan terpisah antara putra dan putri.
(4)  Penerapan  metode  belajar  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2)  disesuaikan  dengan  kemampuan  fisik
dan mental pramuka. 

(5) Penilaian . . . 









- 7 -



(5)  Penilaian  atas  hasil  pendidikan  kepramukaan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dilaksanakan
dengan  berdasarkan  pada  pencapaian  persyaratan
kecakapan  umum  dan  kecakapan  khusus  serta
pencapaian nilai-nilai kepramukaan. 
(6)  Pencapaian  hasil  pendidikan  kepramukaan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5)  dinyatakan
dalam  sertifikat  dan/atau  tanda  kecakapan  umum
dan kecakapan khusus. 

Pasal 8
(1)    Nilai  kepramukaan  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 5 mencakup:  
a.  keimanan  dan  ketakwaan  kepada  Tuhan  Yang
Maha Esa;
b.  kecintaan pada alam dan sesama manusia; 
c.  kecintaan pada tanah air dan bangsa;  
d.  kedisiplinan, keberanian, dan kesetiaan;
e.  tolong-menolong; 
f.  bertanggung jawab dan dapat dipercaya;
g.  jernih dalam berpikir, berkata, dan berbuat; 
h.  hemat, cermat, dan bersahaja; dan 
i.  rajin dan terampil.
(2)    Nilai kepramukaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)  merupakan  inti  kurikulum  pendidikan
kepramukaan.

Pasal 9 
Kecakapan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  5  terdiri
atas:
a.   kecakapan umum; dan
b.   kecakapan khusus.


Pasal 10 . . . 









- 8 -




Pasal 10
(1)  Kegiatan  pendidikan  kepramukaan  dilaksanakan
dengan menggunakan sistem among.
(2)  Sistem  among  merupakan  proses  pendidikan
kepramukaan  yang  membentuk  peserta  didik  agar
berjiwa  merdeka,  disiplin,  dan  mandiri  dalam
hubungan timbal balik antarmanusia.
(3)  Sistem  among  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dan  ayat  (2)  dilaksanakan  dengan  menerapkan
prinsip kepemimpinan:
a.  di depan menjadi teladan;
b.  di tengah membangun kemauan; dan
c.  di belakang mendorong dan memberikan  motivasi
kemandirian.

Bagian Kedua
Jalur dan Jenjang

Pasal 11
Pendidikan  kepramukaan  dalam  Sistem  Pendidikan
Nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang
diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan pramuka
dalam  pembentukan  kepribadian  yang  berakhlak  mulia,
berjiwa patriotik,  taat hukum, disiplin, menjunjung  tinggi
nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup. 

Pasal 12
Jenjang  pendidikan  kepramukaan  terdiri  atas  jenjang
pendidikan:
a.   siaga;
b.   penggalang; 
c.   penegak; dan 
d.   pandega.

Bagian Ketiga . . . 









- 9 -




Bagian Ketiga
     Peserta Didik, Tenaga Pendidik, dan Kurikulum
                                
Pasal 13
(1)  Setiap warga negara  Indonesia  yang berusia 7  sampai
dengan  25  tahun  berhak  ikut  serta  sebagai  peserta
didik dalam pendidikan kepramukaan.
(2)  Peserta  didik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
terdiri atas:
a.  pramuka siaga;
b.  pramuka penggalang; 
c.  pramuka penegak; dan 
d.  pramuka pandega.
(3)  Peserta  didik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dalam  pendidikan  kepramukaan  disebut  sebagai
anggota muda.

Pasal 14
(1)    Tenaga  pendidik  dalam  pendidikan  kepramukaan 
terdiri atas: 
a.  pembina; 
b.  pelatih; 
c.  pamong; dan 
d.  instruktur.
(2)    Tenaga pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan standar tenaga pendidik.
(3)    Tenaga pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam  pendidikan  kepramukaan  disebut  sebagai
anggota dewasa.




Pasal 15 . . . 









- 10 -



Pasal 15
Kurikulum  pendidikan  kepramukaan  yang  mencakup
aspek nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat  (1)
dan  kecakapan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  9
disusun  sesuai  dengan  jenjang  pendidikan  kepramukaan
dan harus memenuhi persyaratan standar kurikulum yang
ditetapkan  oleh  badan  standardisasi  sesuai  dengan
ketentuan  peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Satuan Pendidikan Kepramukaan

Pasal 16
Satuan pendidikan kepramukaan terdiri atas: 
a.  gugus depan; dan
b.  pusat pendidikan dan pelatihan.


Bagian Kelima
Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
  
Pasal 17
(1)   Evaluasi  dilakukan  dalam  rangka  pengendalian mutu
pendidikan kepramukaan sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggaraan  pendidikan  kepramukaan  kepada
pihak yang berkepentingan.
(2)   Evaluasi  dilakukan  terhadap  peserta  didik,  tenaga
pendidik,  dan  kurikulum,  pada  setiap  jenjang  dan
satuan pendidikan kepramukaan.
(3)   Evaluasi  terhadap  peserta  didik  dilakukan  oleh
pembina.
(4) Evaluasi . . . 









- 11 -



(4)   Evaluasi  terhadap  tenaga  pendidik  dilakukan  oleh
pusat  pendidikan  dan  pelatihan  nasional  yang
dibentuk oleh kwartir nasional.
(5)   Evaluasi terhadap kurikulum pendidikan kepramukaan
dilakukan  oleh  pusat  pendidikan  dan  pelatihan
nasional yang dibentuk oleh kwartir nasional.

Pasal 18
(1)   Akreditasi  dilakukan  untuk  menentukan  kelayakan
kegiatan  dan  satuan  pendidikan  kepramukaan  pada
setiap jenjang pendidikan kepramukaan.
(2)   Akreditasi  dilakukan  atas  dasar  kriteria  yang  bersifat
terbuka dan dilakukan oleh  lembaga akreditasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1)    Sertifikat  berbentuk  tanda  kecakapan  dan  sertifikat  
kompetensi.
(2)    Tanda  kecakapan  diberikan  kepada  peserta  didik
sebagai pengakuan terhadap kompetensi peserta didik
melalui  penilaian  terhadap  perilaku  dalam
pengamalan  nilai  serta  uji  kecakapan  umum  dan  uji
kecakapan  khusus  sesuai  dengan  jenjang  pendidikan
kepramukaan. 
(3)    Sertifikat  kompetensi  bagi  tenaga  pendidik  diberikan
oleh  pusat  pendidikan  dan  pelatihan  kepramukaan
pada tingkat nasional.






BAB IV . . . 









- 12 -



BAB IV
KELEMBAGAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 20
(1)     Gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan
nonpolitis.
(2)     Satuan organisasi gerakan pramuka terdiri atas:
a.  gugus depan; dan
b.  kwartir.

Pasal 21
Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(2)  huruf  a  meliputi  gugus  depan  berbasis  satuan
pendidikan dan gugus depan berbasis komunitas.
Pasal 22
(1)  Gugus  depan  berbasis  satuan  pendidikan
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  21  meliputi
gugus depan di lingkungan pendidikan formal.
(2)  Gugus  depan  berbasis  komunitas  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  21  meliputi  gugus  depan
komunitas  kewilayahan,  agama,  profesi,  organisasi
kemasyarakatan, dan komunitas lain.

Pasal 23
Kwartir  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  20  ayat  (2)
huruf b terdiri atas:
a.    kwartir ranting;
b.  kwartir cabang;
c.    kwartir daerah; dan
d.  kwartir nasional.

Bagian Kedua . . . 









- 13 -



Bagian Kedua
Pembentukan dan Kepengurusan Organisasi 

Pasal 24
Gugus depan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 20 ayat
(2)  huruf  a  dibentuk  melalui  musyawarah  anggota
pramuka. 

Pasal 25
(1)  Gugus  depan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  24
dapat membentuk kwartir ranting.
(2)  Kwartir  ranting  sebagaimana  pada  ayat  (1)  dapat
membentuk kwartir cabang.
Pasal 26
(1)  Kwartir  cabang  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
25 ayat (2) dapat membentuk kwartir daerah.
(2)  Kwartir daerah  sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)
dapat membentuk kwartir nasional.
Pasal 27
(1)  Kepengurusan kwartir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal  23  dipilih  oleh  pengurus  organisasi  gerakan
pramuka yang berada di bawahnya secara demokratis
melalui musyawarah kwartir.
(2)  Kepengurusan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
tidak terikat dengan jabatan publik.

Bagian Ketiga
    Kwartir Ranting, Kwartir Cabang, Kwartir Daerah, dan Kwartir Nasional

Pasal 28
(1)  Kwartir  ranting  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
23  huruf  a  merupakan  satuan  organisasi  gerakan
pramuka di kecamatan.
(2) Kwartir . . . 









- 14 -



(2)  Kwartir  ranting  mempunyai  tugas  memimpin  dan
mengendalikan  gerakan  pramuka  dan  kegiatan
kepramukaan di kecamatan.
(3)  Kwartir  ranting sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)
dibentuk  oleh  paling  sedikit  5  (lima)  gugus  depan
melalui musyawarah ranting.
(4)  Kepengurusan  kwartir  ranting  dibentuk  melalui
musyawarah ranting. 
(5)  Kepemimpinan kwartir ranting bersifat kolektif.
(6)  Musyawarah  ranting  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (3) merupakan forum untuk:
a.  pertanggungjawaban organisasi; 
b.   pemilihan  dan  penetapan  kepengurusan    
organisasi kwartir ranting; dan
c.  penetapan rencana kerja organisasi.
 
Pasal 29
(1)  Kwartir cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf  b  merupakan  organisasi  gerakan  pramuka  di
kabupaten/kota.
(2)  Kwartir  cabang  mempunyai  tugas  memimpin  dan
mengendalikan  gerakan  pramuka  dan  kegiatan
kepramukaan di kabupaten/kota.
(3)  Kwartir  cabang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dibentuk melalui musyawarah cabang.
(4)  Kepengurusan  kwartir  cabang  dibentuk  melalui
musyawarah cabang. 
(5)  Kepemimpinan kwartir cabang bersifat kolektif.
(6)  Musyawarah cabang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) merupakan forum untuk:
a.  pertanggungjawaban organisasi; 
b.  pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi
kwartir cabang; dan
Pasal 30 . . . 









- 15 -



c.  penetapan rencana kerja organisasi.
Pasal 30
(1)  Kwartir daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf  c  merupakan  organisasi  gerakan  pramuka  di
provinsi.
(2)  Kwartir  daerah  mempunyai  tugas  memimpin  dan
mengendalikan  gerakan  pramuka  dan  kegiatan
kepramukaan di provinsi.
(3)  Kwartir  daerah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dibentuk melalui musyawarah daerah.
(4)  Kepengurusan  kwartir  daerah  dibentuk  melalui
musyawarah daerah. 
(5)  Kepemimpinan kwartir daerah bersifat kolektif.
(6)  Musyawarah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) merupakan forum untuk:
a.  pertanggungjawaban organisasi; 
b.  pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi
kwartir daerah; dan
c.  penetapan rencana kerja organisasi.

Pasal 31
(1)  Kwartir  nasional  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
23  huruf  d  merupakan  organisasi  gerakan  pramuka
lingkup nasional.
(2)  Kwartir  nasional  mempunyai  tugas  memimpin  dan
mengendalikan  gerakan  pramuka  serta  kegiatan
kepramukaan lingkup nasional.
(3)  Kwartir nasional sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)
dibentuk melalui musyawarah nasional.
(4)  Kepengurusan  kwartir  nasional  dibentuk  melalui
musyawarah nasional. 
(5)  Kepemimpinan kwartir nasional bersifat kolektif.
(6) Musyawarah . . . 









- 16 -



(6)  Musyawarah  nasional  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat  (3)  merupakan  forum  musyawarah  tertinggi
untuk:
a.  pertanggungjawaban organisasi; 
b.  pemilihan dan penetapan kepengurusan organisasi
kwartir nasional;
c.  perubahan  dan  penetapan  anggaran  dasar  dan
anggaran rumah tangga; dan
d.  penetapan rencana kerja strategis organisasi.


Bagian Keempat
Organisasi Pendukung

Pasal 32
(1)  Satuan  organisasi  gerakan  pramuka  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, huruf c, dan huruf
d sesuai dengan tingkatannya dapat membentuk:
a.  satuan karya pramuka;
b.  gugus darma pramuka;
c.  satuan komunitas pramuka;
d.  pusat penelitian dan pengembangan;
e.  pusat informasi; dan/atau 
f.  badan usaha.
(2)  Ketentuan  mengenai  organisasi  pendukung  gerakan
pramuka  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.





Bagian Kelima . . . 









- 17 -



Bagian Kelima
Majelis Pembimbing
Pasal 33
(1)  Pada  setiap  gugus  depan  dan  kwartir  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  20  ayat  (2)  dapat  dibentuk
majelis pembimbing.
(2)  Majelis pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)  bertugas  memberikan  bimbingan  moral  dan
keorganisatorisan  serta memfasilitasi  penyelenggaraan
pendidikan kepramukaan. 
(3)  Majelis pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur: 
a.  Pemerintah;
b.  pemerintah daerah; dan
c.  tokoh masyarakat. 
(4)  Majelis  pembimbing  dari  unsur  tokoh  masyarakat
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)  huruf  c  harus
memiliki  komitmen  yang  tinggi  terhadap  gerakan
pramuka. 
Pasal 34
(1)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tugas,  fungsi,
tanggung  jawab,  susunan  organisasi,  dan  tata  kerja
gugus  depan,  kwartir,  dan  majelis  pembimbing
ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga gerakan pramuka.
(2)  Anggaran  dasar  dan  anggaran  rumah  tangga  gerakan
pramuka  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
ditetapkan oleh musyawarah nasional. 



Bagian Keenam . . . 









- 18 -



Bagian Keenam
Atribut

Pasal 35
(1)  Gerakan pramuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (2) memiliki atribut berupa:
a.  lambang;
b.  bendera;
c.  panji;
d.  himne; dan
e.  pakaian seragam.
(2)  Atribut gerakan pramuka sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didaftarkan hak ciptanya.

BAB V
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal  36
Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas:
a.  menjamin kebebasan berpendapat dan berkarya dalam
pendidikan kepramukaan; 
b.  membimbing,  mendukung,  dan  memfasilitasi
penyelenggaraan  pendidikan  kepramukaan  secara
berkelanjutan dan berkesinambungan; dan
c.  membantu  ketersediaan  tenaga,  dana,  dan  fasilitas
yang diperlukan untuk pendidikan kepramukaan.

Pasal  37
(1)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  berwenang  untuk
melakukan  pengawasan  terhadap  penyelenggaraan
pendidikan  kepramukaan  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan. 
(2) Pengawasan . . . 









- 19 -



(2)  Pengawasan  terhadap  pelaksanaan  penyelengaraan
pendidikan kepramukaan sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1)  dilaksanakan  oleh  Menteri,  dan  gubernur,
serta bupati/walikota.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 38
Setiap peserta didik berhak: 
a.   mengikuti pendidikan kepramukaan; 
b.   menggunakan atribut pramuka; 
c.  mendapatkan  sertifikat  dan/atau  tanda  kecakapan
kepramukaan; dan
d.  mendapatkan perlindungan selama mengikuti kegiatan
kepramukaan.

Pasal 39

Setiap peserta didik berkewajiban:
a.   melaksanakan kode kehormatan pramuka;
b.   menjunjung tinggi harkat dan martabat pramuka; dan
c.  mematuhi  semua  persyaratan  dan  ketentuan
pendidikan kepramukaan.

Pasal  40

Orang tua berhak mengawasi penyelenggaraan pendidikan
kepramukaan  dan  memperoleh  informasi  tentang
perkembangan anaknya.

Pasal 41 . . . 









- 20 -



Pasal 41

Orang tua berkewajiban untuk: 
a.  membimbing, mendukung, dan membantu anak dalam
mengikuti pendidikan kepramukaan; dan
b.  membimbing,  mendukung,  dan  membantu  satuan
pendidikan kepramukaan sesuai dengan kemampuan.

Pasal 42

Masyarakat berhak untuk berperan serta dan memberikan
dukungan  sumber  daya    dalam  kegiatan  pendidikan
kepramukaan.

BAB VII
KEUANGAN

Pasal 43

(1)    Keuangan gerakan pramuka diperoleh dari: 
a.  iuran anggota sesuai dengan kemampuan;
b.  sumbangan masyarakat yang tidak mengikat; dan
c.  sumber  lain  yang  tidak  bertentangan  dengan
peraturan perundang-undangan. 
(2)    Selain  sumber  keuangan  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1),  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah
dapat  memberikan  dukungan  dana  dari  anggaran
pendapatan  dan  belanja  negara  dan/atau  anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
(3)  Sumbangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf  b,  selain  berupa  uang  dapat  juga  berupa
barang atau jasa.

Pasal 44 . . . 









- 21 -



Pasal 44
Pengelolaan  keuangan  gerakan  pramuka  dilaksanakan
secara  transparan,  tertib,  dan  akuntabel  serta  diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45
Satuan organisasi gerakan pramuka dilarang:
a.  menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan
Pemerintah; atau
b.  memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan
kepentingan bangsa dan negara.

Pasal 46
(1)  Satuan  organisasi  gerakan  pramuka  yang  melanggar
ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  45
dapat  dibekukan  oleh  Pemerintah  atau  pemerintah
daerah.
(2)  Satuan  organisasi  gerakan  pramuka  yang  telah
dibekukan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  yang
tetap  melakukan  kegiatan  sebagaimana  dimaksud
dalam  Pasal  45  dapat  dibubarkan  berdasarkan
putusan pengadilan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 47
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.  organisasi  gerakan  pramuka  dan  organisasi  lain  yang
menyelenggarakan pendidikan kepramukaan yang ada
sebelum Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui
keberadaannya;
b. satuan . . . 









- 22 -



b.  satuan  atau  badan  kelengkapan  dari  organisasi
sebagaimana  dimaksud  dalam  huruf  a  tetap
menjalankan  tugas,  fungsi,  dan  tanggung  jawab
organisasi yang bersangkutan;
c.  aset  yang  dimiliki  oleh  organisasi  sebagaimana
dimaksud dalam huruf a tetap menjadi aset organisasi
yang bersangkutan; dan
d.  anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi
sebagaimana  dimaksud  dalam  huruf  a  wajib
disesuaikan  dengan  ketentuan  Undang-Undang  ini
dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48
Peraturan  perundang-undangan  yang  berkaitan  dengan
gerakan  pramuka  yang  bertentangan  dengan  ketentuan
Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 49
Undang-Undang  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal
diundangkan.






Agar . . . 









- 23 -



Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan
pengundangan  Undang-Undang  ini  dengan
penempatannya  dalam  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2010 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
        
                       ttd.                   

 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.


PATRIALIS AKBAR


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 131












Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,